Selasa, 23 Maret 2010

tanaman obat ekor kucing

Tanaman Ekor Kucing

Ekor Kucing (Acalypha hispida Burm. f.)
Sinonim : A. densiflora Bl.
Familia : euphorbiaceae

Uraian :
Ekor kucing merupakan tanaman asli dari Hindia Barat. Umumnya, ditanam sebagai tanaman hias di halaman atau di taman-taman. Perdu, tumbuh tegak, tinggi 1-3 m. Batang bulat, percabangan simpodial, permukaan kasar, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai panjang, letak berseling. Helaian daun bentuknya bulat telur atau lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 12-20 cm, lebar 6-16 cm, berwarna hijau muda. Bunga berkelamin tunggal dalam satu pohon. Bunga betina berkumpul dalam karangan berbentuk bulir yang keluar dari ketiak daun, bentuknya bulat panjang berjuntai ke bawah, berdiameter 1-1,5 cm, panjang 20-50 cm, berwarna merah. Buahnya bulat, kecil, berambut, berwarna hijau. Biji berbentuk bulat, kecil, berwarna putih kotor. Ekor kucing dapat diperbanyak dengan biji.

Nama Lokal :
NAMA DAERAH Indonesia: buntut kucing, ekor kucing, ekor kera. Jawa: tali anjing (Sunda), wunga tambang, lancuran (Jawa), ikut lutung (Bali). Maluku: lofoti (Ternate). NAMA ASING Gou wei hong (C), kattestaart (B), chenille plant, monkey's tail, cat's tail (I). NAMA SIMPLISIA Acalyphae hispidae Flos (bunga ekor kucing), Acalyphae hispidae Folium (daun ekor kucing).


Penyakit Yang Dapat Diobati :
Bunga ekor kucing rasanya manis, kelat, sifatnya sejuk. Bunga ini berkhasiat untuk menghentikan perdarahan (hemostatis) dan peluruh kencing (diuretik). Akar dan daun berkhasiat hemostatis.
Pemanfaatan :
BAGIAN YANG DIGUNAKAN
Bagian yang digunakan adalah bunga dan daun. INDIKASI Bunga digunakan untuk pengobatan : disentri, radang usus, perdarahan, seperti berak darah, muntah darah, mimisan, cacingan, luka bakar, tukak (ulkus) di kaki. Daun digunakan untuk pengobatan : bercak putih di kulit karena kehilangan pigmen (vitiligo), disentri, batuk darah (hemoptisis), luka berdarah, dan sariawan.

CARA PEMAKAIAN
Untuk obat yang diminum, rebus 10-30 g bunga, lalu air rebusannya diminum. Untuk pemakaian luar, giling daun atau bunga secukupnya sampai halus,lalu tempelkan ke tempat yang sakit.

CONTOH PEMAKAIAN DI MASYARAKAT
Vitiligo
Cuci segenggam daun segar dan kencur seukuran 1/2 ibu jari sampai bersih, lalu giling sampai halus. Balurkan pada bagian tubuh yang berbercak putih, lalu balut. Lakukan pengobatan ini setiap hari. Luka berdarah Untuk menutup luka, cuci segenggam daun segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Tempelkan pada luka, lalu balut dengan kain perban. Cuci bunga segar dan pinang secukupnya sampai bersih, lalu kunyah. Selama dikunyah, dapat ditambah sedikit jahe, kencur, dan daun pulai yang masih muda.Telan air kunyahannya dan buang ampasnya. Lakukan beberapa kali dalam sehari. Giling 30 g bunga segar dan 30 g gula enau sampai halus. Selanjutnya, makan campuran tersebut. Lakukan 3 kali sehari sampai sembuh.
Komposisi : Daun mengandung acalyphin, flavonoida, saponin, dan tanin. Bunga mengandung saponin dan tanin.

Sumber:
Profil IPTEK
Copyright © 2005, IPTEKnet. All rights reserved
Office : BPPT, Gd.1 - Lt.16 , Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340 Technical Support (021)71112109; Customer Care 081389010009; Fax. (021)3149058

tanaman obat awar-awar

Awar Awar
(Ficus septica Burm.L)
Sinonim : Ficus hauili Blanco, Ficus casearia F. v. Mueller ex Benth, Ficus kaukauensis Hayata.
familia : Moraceae

Uraian : Pohon atau semak tinggi , tegak 1-5 meter. Batang pokok bengkok bengkok, lunak, ranting bulat silindris, berongga, gundul, bergetah bening. Daun penumpu tunggal, besar, sangat runcing, daun tunggal, bertangkai, duduk daun berseling atau berhadapan, bertangkai 2,53 cm. Helaian berbentuk bulat telur atau elips, dengan pangkal membulat, ujung menyempit cukup tumpul, tepi rata, 9-30 kali 9-16 cm, dari atas hijau tua mengkilat, dengan banyak bintik-bintik yang pucat, dari bawah hijau muda, sisi kiri kanan tulang daun tengah dengan 6-12 tulang daun samping; kedua belah sisi tulang daun menyolok karena warnanya yang pucat. Bunga majemuk susunan periuk berpasangan, bertangkai pendek, pada pangkaInya dengan 3 daun pelindung, hijau muda atau hijau abu-abu, diameter lebih kurang 1,5 cm, pada beberapa tanaman ada bunga jantan dan bunga gal, pada yang lain bunga betina. Buah tipe periuk, berdaging , hijau-hijau abu-abu, diameter 1,5 - 2 cm. Waktu berbunga Januari - Desember. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa dan Madura; tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1200 m dpl, banyak ditemukan di tepi jalan, semak belukar dan hutan terbuka.

Nama Lokal :
NAMA DAERAH: Sirih popar (Ambon) Tagalolo, Bei, Loloyan (Minahasa); Ki ciyat (Sunda); Awar awar (Jawa); Bar-abar (Madura); Awar awar (Belitung); Tobotobo (Makasar); Dausalo (Bugis); Bobulutu (Halmahera Utara); Tagalolo (Ternate). NAMA ASING: Papua New Guinea: omia (Kurereda, Northern Province), manibwohebwahe (Wagawaga, Milne Bay), bahuerueru (Vanapa, Central Province). Philippines: hauili (Filipino), kauili (Tagalog), sio (Bikol). NAMA SIMPLISIA Fici septicae folium; daun awar-awar

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Daun Ficus septica dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis dan Escherichia coli secara in vitro, hasil pengujian bioautografi dilaporkan bahwa 4 g ekstrak daun awar awar yang larut dalam Metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Antofin (5 g) berefek sebagai antibakteri (B. subtillis, M flavus dan E. Coli)

BAGIAN YANG DIGUNAKAN
Daun digunakan untuk obat penyakit kulit, radang usus buntu, mengatasi bisul, gigitan ular berbisa dan sesak napas. Akar digunakan untuk penawar racun (ikan), penanggulangan asma; di samping itu daun dapat menyebabkan muntah. Getah dimanfaatkan untuk mengatasi bengkak-bengkak dan kepala pusing. Buah untuk pencahar.
CONTOH PEMAKAIAN DI MASYARAKAT:
Untuk mengobati bisul: 5 lembar daun dicuci dan digiling halus; ditambah garam secukupnya, kemudian digunakan sebagai kompres pada bisul (1-2 kali sehari).
Komposisi :
Tumbuhan ini mengandung alkaloida, yaitu antara lain (-)-tilosrebrin (hauptalkaloid), tiloforin, septisin, dan antofin, selain itu juga mengandung flavonoida

Sumber:
Profil IPTEK
Copyright © 2005, IPTEKnet. All rights reserved
Office : BPPT, Gd.1 - Lt.16 , Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340 Technical Support (021)71112109; Customer Care 081389010009; Fax. (021)3149058
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

PENGOTIMALAN PERLINDUNGAN HUTAN
SEBAGAI UPAYA PENYELAMATAN PERUBAHAN IKLIM







OLEH :


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2008



PENDAHULUAN

Atmosfer merupakan salah satu lapisan dari bumi ini yang memiliki peran pentinga di dalam kehidupan, termasuk di dalamnya adalah udara. akan tetapi, udara yang menjadi kebutuhan primer bagi manusia justru semakin berkurang kualitasnya.yang ditandai dengan mulai munculnya perubahan iklim.
Dewasa ini, perubahan iklim kian terasa bagi seluruh penduduk dunia, termasuk di Indonesia. Para ahli memperkirakan, pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim akan berdampak pada rusaknya berbagai ekosistem darat maupun laut. Lebih ekstrim lagi, diperkirakan akibat pemanasan global, pulau-pulau di Pasifik akan tenggelam! Bagaimana dengan Indonesia yang notabene merupakan negara kepulauan?
Meski tidak sampai menenggelamkan pulau, dampak pemanasan global dan perubahan iklim telah terlihat di sebagian besar kawasan di Indonesia, terutama area pesisir.
Kita semua sadar bahwa penduduk dunia kian meningkat. Peningkatan jumlah penduduk akan diikuti oleh kenaikkan aktivitas di berbagai bidang kehidupan. Kemajuan teknologi pada berbagai bidang telah mampu meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dibalik itu semua ternyata aktivtas manusia telah menyebabkan perubahan atmosfer bumi yang dapat mengancam kehidupan umat manusia dan bumi sebagai sistem pendukung kehidupan. Dampak negatif aktivitas manusia tidak semuanya dapat dirasakan segera setelah aktivitas itu terjadi, tetapi dampak negatif akan terasa setelah terakumulasi dalam waktu yang panjang. The U. N. General Asembly telah menemukan terjadinya perubahan keadaan atmosfer bumi yaitu terjadinya perubahan iklim secara global. Hal tersebut harus menjadi perhatian bagi kita semua karena iklim merupakan komponen yang penting untuk mempertahankan kehidupan di bumi. Perubahan iklim akan menyebabkan terjadinya bencana bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya.
Di lain pihak kerusakan hutan semakin menjadi-jadi. Indonesia yang merupakan negara dengan luas hutan terbersar ke-dua dunia yang diharapkan dapat menjadi paru-paru dunia ternyata justru menjadi salah satu penghasil emisi terbesar di dunia.
Begitu banyak keprihatinan global terhadap perubahan iklim dan kaitannya dengan deforestasi telah memfokuskan kembali perhatian internasional terhadap perlunya melindungi hutan dunia. Merebaknya perusakan hutan dan lahan gambut di Indonesia mempunyai arti bahwa negara ini merupakan salah satu dari tiga negara utama penghasil emisi karbon dioksida, penyumbang utama pemanasan global. Sementara negara-negara tengah menyiapkan negosiasi untuk perjanjian iklim pasca-Kyoto, banyak perhatian tercurah kepada 'Pencegahan Deforestasi' (Avoided Deforestation), yaitu dana internasional untuk melindungi hutan dan menurunkan emisi karbon.
Namun, apakah kesemuanya itu dapat mencegah semakin parahnya dampak perubahan iklim dunia terutama di Indonesia ke depannya yang justru akan semakin dipusingkan dengan pencemaran udara yang semakin memperihatinkan. mulai dari pemanasan global, hujan asam, emisi gas karbon sampai masalah pencemaran linkgungan lainnya yang akan mengancam kehidupan manusia ke depannya.
Makalah ini akan membahas bagaimana sebenarnya perubahan iklim itu sendiri terjadi dan bagaimana upaya pencegahannya dengan pperlindungan hutan.

TINJAUAN PUSTAKA (LITERATUR)

1. Atmosfer
Atmosfir bumi adalah lapisan udara yang mengelilingi atau menyelubungi bumi yang bersama-sama dengan bumi melakukan rotasi dan berevolusi mengelilingi matahari. Udara yang terkandung dalam atmosfir merupakan campuran dan kombinasi dari gas, debu dan uap air. Atmosfir berguna untuk melindungi makhluk hidup yang yang ada di muka bumi karena membantu menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam, menyerap radiasi dan sinar ultraviolet yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk bumi lainnya.
Kandungan dalam lapisan atmosfir bumi
• Nitrogen 78,17%
• Oksigen 20,97%
• Argon 0,98%
• Karbon dioksida 0,04%
• Sisanya adalah zat lain seperti kripton, neon, xenon, helium, higrom dan ozon. (Rukaesih, 2004 : 56)
Lapisan-lapisan atmosfer bumi terdiri dari :
1. Troposfer / Troposfir
• Ketinggian troposfer : 0 - 15 km
• Suhu lapisan troposfir : -52 - 17 derajat celcius
• Kurang lebih 80% gas atmosfer berada pada bagian ini
2. Stratosfer / Stratosfir
• Ketinggian stratosfer : 15 - 40 km
• Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
• Lapisan ozon yang memblokir atau menahan sinar ultraviolet berada pada lapisan ini.
3. Mesosfer / Mesosfir
• Ketebalan Mesosfer : 45 - 75 km
• Suhu lapisan stratosfer : -140 derajat celcius
• Suhu yang sangat rendah dan dingin dapat menyebabkan awan noctilucent yang terdiri atas kristal-kristal es
4. Thermosfer / Thermosfir
• Ketebalan themosfer : 75 - 100 km
• Suhu lapisan stratosfer : 80 derajat celcius
5. Ionosfer / Ionosfir
• Ketebalan ionosfer : 50 - 100 km
• Adalah lapisan yang bersifat memantulkan gelombang radio. Karena ada
• penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi
6. Eksosfer / Eksosfir
• Ketebalan eksosfer : 500 - 700 km
• Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
• Tidak memiliki tekanan udara yaitu sebesar 0 cmHg

2. Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan indikasi adanya pertukaran kondisi dan gejala alam yang meyangkut berubahnya tekstur dan keadaan iklim. berubahnya tekstur dan keadaan iklim dapat terlihat dai semakin menurunnya kualitas dan kuantitas kestabilan iklim dunia. kondisi yang tidak menentu akan berakibat fatal bagi kehidupan. Perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.
Perubahan iklim dapat berupa pemanasan global, menipisnya lapisan ozon, emisi gas buangan, hujan asam dan gejala lainnya.(Purwanto, 1997 : 187).
Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global.
Beberapa perubahan tersebut diantaranya :
 Tingkat pemanasan pada temperatur permukaan bumi rata-rata pada 50 tahun terakhir hampir mendekati dua kali lipat dari rata-ratanya pada 100 tahun terakhir.
Selama 100 tahun terakhir, temperatur permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0.74°C. Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, meningkat dua kali lipat dari masa pra-industri, hal ini akan memacu pemanasan rata-rata mencapai 3°C.
Akhir tahun 1990an dan awal abad 21 merupakan tahun-tahun terpanas sejak adanya arsip data modern.
 Lapisan es pada Benua Arktik rata-rata telah berkurang sebanyak 2.7% per dekade.
Perubahan yang telah diukur oleh para ilmuwan pada atmosfer, lautan, permukaan es dan gletser menunjukkan bahwa bumi telah mengalami pemanasan akibat dari adanya emisi GRK di masa lalu. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten dan bukti dari adanya gelombang panas (heat waves) yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut.
 IPCC menemukan bahwa, selama 100 tahun terakhir (1906-2005) temperatur permukaan bumi rata-rata telah naik sekitar 0.74°C, dengan pemanasan yang lebih besar pada daratan dibandingkan lautan. Tingkat pemanasan rata-rata selama 50 tahun terakhir hampir dua kali lipat dari yang terjadi pada 100 tahun terakhir. Akhir tahun 1990an dan awal abad 21 merupakan tahun-tahun terpanas sejak adanya arsip data modern. Peningkatan pemanasan sebesar 0.2°C diproyeksikan akan terjadi untuk setiap dekade pada dua dekade kedepan. Proyeksi tersebut dilakukan dengan beberapa skenario yang tidak memasukkan pengurangan emisi GRK. Besar pemanasan yang akan terjadi setelahnya akan tergantung kepada jumlah GRK yang diemisikan ke atmosfer.
 Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, bertambah hingga dua kali lipat dibandingkan konsntrasinya pada masa pra-industri maka pemanasan rata-rata akan meningkat mencapai 2-4.5 °C (3.6-8.1 °F). GRK lainnya turut pula berperan dalam pemanasan tersebut dan menurut beberapa skenario, kombinasi dampak dari gas-gas ini akan menjadi dua kali lipat pada paruh kedua abad ini.
 Konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000 tahun terakhir.


RUMUSAN MASALAH

 Apa saja bentuk perubahan iklim yang terjadi dan mengapa perubahan iklim itu dapat terjadi?
 Apa saja dampak yang ditimbulkan perubahan iklim bagi masyarakat dunia !
 Usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan untuk mencegah perubahan iklim tersebut !
 Bagaimana peran perlindungan hutan untuk pencegahan semakin parahnya perubahan ikim !

PEMBAHASAN

A. Bentuk-Bentuk Perubahan Iklim
1. Pemanasan Global (Global Warming)
Pada 1980-an muncul isu internasional yang hangat, yaitu akan terjadinya pemanasan global. Pemanasan global adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi yang disebabkan oleh naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK) yang disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. GRK adalah gas yang terdiri dari lebih dari satu atom yang menyerap sinar infra merah. Di dalam atmosfer terdapat berbagai jenis gas yang terdiri atas lebih dari satu atom antara lain adalah uap air (H2O) dan CO2. Gas tersebut menyerap sinar infra merah, sehingga sinar infra merah akan terperangkap di atmosfer (pada lapisan troposfer) dan tidak terlepas ke angkasa luar. Oleh karena itu, suhu atmosfer di permukaan bumi naik. Naiknya suhu permukaan bumi akan berdampak sangat besar, yaitu akan terjadi perubahan iklim global dan kenaikkan permukaan air laut.
Pakar lingkungan Otto Soemarwoto dalam bukunya ”Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global” mengemukakan bahwa GRK terdiri dari: CO2, CFC, metan (CH4), N2O dan ozon.
Carbon dioksida (CO2) dihasilkan antara lain oleh pembakaran bahan bakar fosil atau disingkat BBF (minyak bumi, batubara, gas alam), pembakaran biomassa (limbah pertanian, sampah dan lain-lain) dan pembakaran hutan. Kontribusi CO2 ke atmosfer terbesar adalah pembakaran BBF dalam berbagai aktivitas seperti transportasi, industri, dan sektor rumah tangga. CO2 merupakan GRK terbesar di atmosfer.
Chlorofluorocarbon (CFC) merupakan GRK sumber pemanasab global setelah CO2. CFC merupakan zat kimia yang banyak digunakan sebagai zat pendingin (kulkas, dan AC). CFC juga merupakan bahan utama sebagai gas pendorong pada aerosol, yaitu bahan yang dikemas dalam kaleng pada tekanan tinggi. Bahan tersebut dapat disemprotkan dengan memijat tombol. Beberapa contoh adalah parfum, hairpray, deodorant, pembersih kaca, obat serangga, dan cat semprot.
CFC juga digunakan untuk membersihkan permukaan mikrocip dari kotoran (industri elektronika), dry cleaning, untuk membuat plastik busa (bantal kursi, jok mobil, plastik pelindung dalam kemasan).
Metan terbentuk sebagai hasil metabolisme jazad renik secara anaerob (di dasar rawa, dalam lambung manusia dan hewan, dalam tumpukan sampah di TPA, pembakaran bahan organik, bagian dari gas alam, dan tambang batubara. Jadi sumber gas metan adalah rawa, rayap, pertanian, peternakan, TPA, pembakaran hutan, limbah pertanian serta produksi BBF.

2. Menipisnya Lapisan Ozon
Lapisan ozon merupakan lapisan tipis gas O3 yang secara alami menyelimuti bumi dari pengaruh negative sinar matahari terutama sinar ultraviolet (UV). Bila lapisan ozon menipis, maka akan semakin banyak radiasi ultraviolet matahari yang sampai ke permukaan bumi. Radiasi ultraviolet matahari yang berlebihan sangat berbahaya bagi kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang muncul antara lain kulit menjadi keriput sehingga terjadi penuaan dini, katarak hingga kerusakan permanen pada mata, penurunan sistem kekebalan tubuh bahkan memicu meningkatnya melanoma (kanker kulit yang paling fatal).
Lapisan ozon adalah lapisan di atmosfer yang berada pada ketinggian 19 - 48 km di atas permukaan Bumi. Lapisan ozon merupakan ikatan kimia yang terdiri dari tiga atom oksigen.
Cara lapisan ozon ini terbentuk dengan jalan menguraikan molekul-molekul oksigen oleh sinar matahari. Saat radiasi ultra violet menembus atmosfir, molekul oksigen akan terurai menjadi oksigen murni (O2) dan ozon (O3).
Ozon ini juga berada di permukaan tanah, akibat dari polusi udara yang bereaksi dengan sinar matahari. Lapisan ozon ini sangat berbahaya bagi manusia atau mahluk hidup lainnya jika menghirup langsung. Karena oksigen (ozon) ini dapat merusak paru-paru .
Tetapi lapisan ozon yang berada di sekeliling planet kita sangat aman bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Lapisan ozon ini malah sangat kita butuhkan untuk melindungi kita dari radiasi sinar ultraviolet (UV) yang dipancarkan oleh matahari. Radiasi UV itu akan diserap oleh lapisan ozon.
Lapisan ozon ini dapat berkurang, rusak atau hilang sama sekali bila kita tidak menjaganya. Bahan-bahan yang dapat merusak lapisan ozon seperti CFC (zat kimia yang digunakan untuk kulkas), dan gas pendorong spray aerosol, memberikan ancaman terhadap lapisan ini. Bila dilepas ke atmosfer, zat yang mengandung klorin ini akan dipecah oleh sinar Matahari yang menyebabkan klorin dapat bereaksi dan menghancurkan molekul-molekul ozon. Setiap satu molekul CFC mampu menghancurkan hingga 100.000 molekul ozon
Oleh karena itu jika lapisan ozon ini rusak akan sangat membahayakan kehidupan di bumi. Maka penggunaaan zat-zat berbahaya tersebut telah dilarang. Karena sinar matahari akan langsung mengenai kita tanpa penghalang apapun. Dan sinar UV ini dapat mengakibatkan penyakit kanker.
Para Ahli memperkirakan setiap penurunan 1 persen lapisan ozon akan meningkatkan 2 persen radiasi UV mengengenai kita, serta meningkatkan 3 sampai 6 persen kasus kanker kulit.
Yang lebih mengerikan lagi, penipisan lapisan ozon akan perdampak pada perubahan iklim dunia walaupun ini baru dalam tahap penelitian, tapi kita sudah bisa merasakan bagai mana iklim kita saat ini.
Saat ini kondisi lapisan ozon semakin rusak dan menipis. Berdasarkan pemantauan menggunakan instrumen Total Ozone Mapping Spectrometer (TOMS) pada satelit Nimbus 7 dan Meteor 3, kerusakan ini telah menimbulkan sebuah lubang yang dikenal sebagai lubang ozon (ozone hole) di kedua kutub bumi.
Kerusakan ozon disebabkan meningkatnya pelepasan berbagai Bahan Perusak Ozon (BPO) ke atmosfer. Sekitar 100 jenis BPO yang terdaftar berdasarkan Protokol Montreal 1987. Beberapa jenis BPO yang umum digunakan di Indonesia adalah chlorofluorocarbons (CFCs) dan hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) yang banyak digunakan pada pendingin AC dan lemari es. Selain kelompok CFC ini, dikenal juga BPO lain seperti halon, metil bromida, aerosol, solvent dan foam yang digunakan pada busa pengembang, pemadam kebakaran, pelarut, pestisida, serta kaleng semprot untuk parfum atau pengharum ruangan.
Ini menjadi tantangan bersama seluruh penduduk bumi, tidak peduli apakah negaranya sudah menandatangani seluruh protokol atau konvensi terkait ozon. Pemerintah Indonesia sendiri telah terdaftar sebagai anggota Konvensi Wina dan Protokol Montreal pada tahun 1992 dan menetapkan kebijakan untuk berpartisipasi aktif dalam upaya perlindungan lapisan ozon bersama masyarakat dunia lainnya.

3. Hujan asam
Ph normal air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari nya antara lain:
 Mempengaruhi kualitas air permukaan
 Merusak tanaman
 Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan
 Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan

B. Dampak Yang Ditimbulkan dari Perubahan Iklim
Sebenarnya bumi mengalami perubahan iklim yang terus menerus tetapi secara perlahan-lahan yang dapat memakan waktu ribuan tahun bahkan jutaan tahun. Akan tetapi, perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global terjadi dalam kurun awaktu yang cukup singkat yang hanya memakan waktu puluhan sampai ratusan tahun. Perubahan yang relatif sangat pendek tersebut akan menimbulkan dampak sebagai berikut:
o Meningkatnya pemanasan : Sebelas dari dua belas tahun terakhir merupakan tahun-tahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkatpemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata seratus tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74 °C selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada lautan.
o Jumlah karbondioksida yang lebih banyak di atmosfer : Karbondioksida adalah penyebab paling dominan terhadap adanya perubahan iklim saat ini dan konsentrasinya di atmosfer telah naik dari masa pra-industri yaitu 278 ppm (parts-permillion) menjadi 379 ppm pada tahun 2005.
o Lebih banyak air, tetapi penyebarannya tidak merata : Adanya peningkatan presipitasi pada beberapa dekade terakhir telah diamati di bagian Timur dari Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara serta Asia Tengah. Tetapi pada daerah Sahel, Mediteranian, Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami pengurangan presipitasi. Sejak tahun 1970 telah terjadi kekeringan yang lebih kuat dan lebih lama.
o Kenaikan muka laut : Saat ini dilaporkan tengah terjadi kenaikan muka laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20, dan kenaikannya pada abad 20 adalah sebesar 0.17 meter. Pengamatan geologi mengindikasikan bahwa kenaikan muka laut pada 2000 tahun sebelumnya jauh lebih sedikit daripada kenaikan muka laut pada abad 20. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling sedikit 3000 meter.
o Pengurangan tutupan salju : Tutupan salju semakin sedikit di beberapa daerah, terutama pada saat musim semi. Sejak 1900, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara dan sungai-sungai akan lebih lambat membeku (5.8 hari lebih lambat daripada satu abad yang lalu) dan mencair lebih cepat 6.5 hari.
o Gletser yang mencair : Pegunungan gletser dan tutupan salju rata-rata berkurang pada kedua belahan bumi dan memiliki kontribusi terhadap kenaikan muka laut sebesar 0.77 milimeter per tahun sejak 1993 – 2003. Berkurangnya lapisan es di Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun untuk kenaikan muka laut (antara 1993 – 2003).
o Benua Arktik menghangat : Temperatur rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga mencapai dua kali lipat dari temperatur rata-rata seratus tahun terakhir. Data satelit yang diambil sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es rata-rata di Arktik telah berkurang sebesar 2.7% per dekade.
o Temperatur global yang lebih panas telah menyebabkan perubahan besar pada sistem alami bumi. Sekitar 20-30% spesies tumbuhan dan hewan terancam punah jika peningkatan temperatur rata-rata global melebihi 1.5 – 2.5 °C.
o Peningkatan temperatur sebesar 3 °C selama abad ini akan memberikan dampak negatif bagi keanekaragaman ekosistem (biodiversity) yang berperan dalam kehidupan manusia seperti penyediaan makanan dan air.
o Temperatur yang lebih panas menyebabkan musim semi yang datang lebih awal, peningkatan runoff dan debit sungai yang bersumber dari gletser/salju, “penghijauan” vegetasi dan migrasi burung-burung. Banyak hewan serta tumbuhan yang berpindah ke lintang yang lebih tinggi.
o Bertambahnya presipitasi di daerah-daerah lintang tinggi : Peningkatan presipitasi lebih banyak terjadi pada daerah lintang tinggi sedangkan pengurangan presipitasi banyak terjadi di daratan-daratan subtropis.
o Perhitungan model untuk kenaikan muka laut akibat perluasan lautan dan melelehnya gletser pada akhir abad ini (dibandingkan dengan nilai pada 1989-1999) telah berkurang dari perhitungan awal menjadi 18-58 cm. Bagaimanapun, angka yang besar tidak dapat dikeluarkan apabila pengamatan menunjukkan adanya peningkatan jumlah lapisan es seiring dengan peningkatan temperatur.
o Penyusutan/pengurangan lapisan es di Greenland diproyeksi akan berkontribusi terhadap naiknya muka laut pada abad ke-22 dan lapisan es tersebut akan habis/hilang jika pemanasan global rata-rata sebesar 1.9-4.6 °C terus berlangsung selama 10 abad. Hal ini akan menyebabkan kenaikan muka laut sebesar 7 meter.
Dan di masa yang akan datang, diperkirakan akan timbul dampak yang lebih besar lagi, diantaranya yaitu :
 Banyak sistem alam , pada semua benua dan di beberapa lautan, terpengaruh oleh perubahan iklim regional, terutama adanya kenaikan temperatur.
 Komunitas-komunitas kurang mampu adalah yang paling rentan terhadap dampak dari perubahan iklim.
 Tinggi muka laut rata-rata global diproyeksikan naik sebesar 28-58 cm akibat adanya perluasan lautan dan pencairan gletser pada akhir abad 21 (dibandingkan dengan tinggi muka laut pada 1989-1999).
 20-30% spesies akan menghadapi resiko kepunahan lebih besar.
 Akan terjadi gelombang panas yang lebih kuat, pola-pola angin baru, kekeringan yang semakin parah di beberapa daerah dan bertambahnya presipitasi di daerah lainnya.

C. Usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan perubahan iklim
1. Sektor perusahaan
 Mendorong penggunaan peralatan dan proses yang hemat energi dengan strategi
pemberian insentif kepada industri yang menggunakan peralatan hemat energi.
 Pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana perusahaan untuk menurunkan
emisi GRK.
 Mendorong perubahan penggunaan BBF dengan bahan lain seperti gas alam untuk menurunkan emisi GRK.
 Mendorong proses industri, distribusi dan pemasaran yang hemat energi dan
rendah emisi karbondioksida.
2. Sektor pertanian dan kehutanan
 Memberikan motivasi sistem pertanian berkelanjutan, penggunaan lahan yang
efisien, hemat energi, dan menurunkan emisi GRK. Strategi yang harus
ditempuh adalah dengan menurunkan penggunaan bahan-bahan kimia, BBF,
dan air dalam kegiatan pertanian, penanaman lahan kosong dengan vegetasi
hutan, mencegah terjadinya kebakaran hutan dan pembakaran pada pembersihan lahan, mendorong penelitian untuk mengurangi emisi gas metan.
 Efisiensi dalam proses pembuatan pupuk buatan.
 Mendorong aktivitas pertanian dan biologi yang ramah lingkungan.meminimumkan limbah dalam distribusi pangan.
 Mendorong investasi dalam kehutanan berkelanjutan dan pemanenannya
melalui pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti buah-buahan, obat-obatan
dan hasil lain non kayu.
 Mendorong pertumbuhan kayu yang berlanjut pada sektor umum dan perorangan melalui penelitian terhadap spesies pohon yang tumbuh cepat.
3. Sektor transportasi
 Mendorong penelitian efisiensi mesin dan perubahan bahan bakar mesin dari
BBM ke non BBM.
 Mendorong desain mesin, produksi dan pemasaran serta pengoperasian mesin yang rendah emisi karbondioksida.
 Mendorong pemeliharaan mesin untuk menurunkan emisi GRK.efisiensi dalam transportasi pada berbagai bidang.
 Mengembangkan telekomunikasi dan penggunaannya untuk menurunkan transportasi.
 Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi.memaksimumkan efisiensi dan penggunaan energi.
4. Sektor kelistrikan
 Penelitian dan pengembangan sumber listrik dengan teknologi non BBF, seperti kekuatan angin, panas bumi, energi biomassa, energi laut dan energi mataharai.
 Efisiensi penggunaan peralatan yang menggunakan tenaga listrik.
5. Sektor rumah tangga
 Efisiensi penggunaan energi dalam kegiatan rumah tangga.mengurangi penggunaan peralatan yang menggunakan CFC untuk pendingin
dan menggantikannya dengan pendingin alami.
 Mengurangi penggunaan mesin sumber tenaga BBF atau listrik dengan tenaga
lain, seperti tenaga angin, tenaga ternak dan tenaga manusia.mengembangkan peralatan yang hemat BBF dan lsitrik.
 Mengembangkan sumber energi non BBF, seperti briket arang, limbah pertanian dan biogas.
 Mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang proses pembuatannya
menggunakan energi tinggi.
Selain itu dunia telah menyepakati sustu persetujuan yang disebut denganm protokol Kyoto, dimana dihasilkan beberapa keputusan diantaranya :
 Respon jangka panjang seluruh dunia yang segaris dengan penemuan scientific terakhir dan kesesuaian dengan perencanaan investasi jangka panjang di sektor bisnis.
 Pengurangan besar-besaran oleh negara-negara industri, yang seharusnya terus menjadi pemimpin dan sejalan dengan tanggungjawab sejarah dan kemampuan ekonomi negara-negara tersebut.
 Perjanjian dengan negara-negara berkembang yang berkelanjutan, khususnya bagi mereka yang telah mempunyai emisi, atau akan mengahasilkan emisi dalam waktu dekat yang secara signifikan berkontribusi pada konsentrasi atmosfer.
 Rangsangan untuk negara-negara berkembang dalam membatasi emisi mereka dan memandu mengatasi pengaruh perubahan iklim sementara tetap menjaga pertumbuhan sosioekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
 Fleksibilitas dalam meningkatkan pasar karbon untuk memastikan efektifitas penggunaan biaya penerapan dan pengerahan sumber daya dalam menyediakan rangsangan bagi negara-negara berkembang.
 Permulaan, negara-negara industri yang tergabung dalam G8 bersama dengan 5 negara berkembang Brazil, China, India, Mexico dan Afrika selatan, memamggil seluruh peserta untuk berpartisipasi secara aktif dan membangun dalam negosiasi dalam menentukan kesepakatan bersama di Bali. Di tahun ini kesempatan untuk melakukan perjanjian multilateral dalam perubahan iklim, terbuka lebar dengan adanya bantuan PBB secara kolektif dan kesepakatan yang adil termasuk seluruh kepentingan dan perhatian yang syah.
Namun hasil persetujuan ini sedikit terkendala karena Amerika Serikat sebagai negara penghasil emisi terbesar dunia mesih enggan untuk melaksanakan keputusan tersebut. Hal ini pun berimbas bagi tertundanya upaya penyelamatan dunia dari perubahan iklim yang senantiasa mengancam penduduk bumi.

6. Peran Perlindungan Hutan Untuk Pencegahan Semakin Parahnya Perubahan Ikim
Di Indonesia, proses pengrusakan hutan alam, praktek pembakaran hutan dan lahan menempati urutan pertama di dunia. Hal ini membawa Indonesia menjadi negara dalam urutan ketiga pelepas emisi karbon terbesar di dunia setelah Amerika dan China. Kebakaran hutan/lahan yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah mengakibatkan 10 juta hektar hutan Indonesia mengalami kerusakan dengan jumlah kerugian mencapai 3 milliar dolar Amerika dan telah melepas gas rumah kaca sebesar 0,81-2,57 Gg karbon (fire bulletin, WWF).
Salah satu fungsi hutan adalah sebagai penyerap emisi GRK, biasa disebut carbon sink. Hutan bekerja untuk menyerap dan mengubah karbondioksida (CO2), salah satu jenis GRK, menjadi oksigen (O2) untuk kebutuhan mahluk hidup. Oleh karena itu kegiatan pengrusakan hutan, penebangan hutan, perubahan kawasan hutan menjadibukan hutan, menyebabkan lepasnya sejumlah emisi GRK yang sebelumnya disimpan di dalam pohon.Seharusnya dengan luasnya kawasan hutan di Indonesia, sekitar 144 juta ha (tahun 2002), maka emisi GRK yang dapat diserap jumlahnya cukup banyak. Namun dengan laju kerusakan hutan sekitar 2,2 juta ha per tahun,tak heran jika sector kehutanan merupakan penyumbangemisi GRK terbesar di Indonesia. Menurut The First National Communication yang berisi inventarisasi GRK di berbagai Negara, sekitar 64% dari total emisi GRKdi Indonesia dihasilkan dari sektor kehutanan.
Hutan hujan (rainforest) Indonesia akan tergunduli dengan cepat karena pembalakan liar dan perkebunan kelapa sawit untuk bahan bakar nabati. Beberapa ahli lingkungan hidup menyatakan hutan hujan itu akan terkikis habis dalam 15 tahun ke depan. Hutan tropis di dataran rendah Indonesia yang paling kaya sumber kayu-kayuan dan keanekaragaman hayati, paling berisiko, kata laporan itu dalam situs planet ark.
Menurut beberapa perkiraan, negara tropis Asia Tenggara, di mana hutan merupakan harta karun bagi kehidupan tumbuhan dan binatang termasuk orangutan yang terancam punah, telah kehilangan 72 persen dari areal hutan aslinya. “Kebakaran di lahan gambut memberi kontribusi paling besar menghasilkan kabut asap, juga sumber utama emisi karbon,” tambah laporan itu.
Hutan yang kerap dengan sengaja dibakar oleh para petani, pengusaha kayu dan pemilik perkebunan kelapa sawit, terjadi secara rutin di Sumatera dan Kalimantan pada musim kemarau.
Sehingga jika dilihat dari fenomena tersebut semestinya perlindungan hutan dapat menjadi solusi paling ampuh untuk mengatasi masalah perubahan kilim yang terjadi ini. Dan di sini lah diperlukan adanya kerja sama semua pihak untuk merealisasikan yang telah dicita-citakan oleh seluruh penduduk dunia, khususnya di Indonesia.
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Perubahan Iklim merupakan yng diantara bentuknya seperti pemanasan global (global warming), hujan asam, menipisnya lapisan ozon dan sebagainya.
 Perubahan iklim akan menimbulakan dampak baik itu dalam jangka pendek maupun untuk jangka yang akan datang. Seperti pemanasan suhu global, mencairnya es di kutub dan naiknya permukaan laut.
 Terdapat beberpa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan perubahan iklim baik itu dalam sector transportasi, industry maupun rumah tangga. Selain itu juga dengan merealisasikan hasil dari Protocol Kyoto.
 perlindungan hutan memliki peluang yang cukup besar untuk dijadikan sebagai upaya pencegahan perubahan iklim dan dapat juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dalam penjagaan kestabilan udara.

B. Saran
 Diharapkan kepada para pembaca untuk terus menjaga ekosistem alam dan mencegah semakin banyaknya emisi gas yang muncul.
 Kepada pemerintah agar dapat lebih mengoptimalkan pern hutan sebagi paru-paru dunia dan merumuskan perundang-undangan yang jelas mengenai perlindungan akan perubahan iklim.
 Perlu adanya kerja sama semua pihak dalam upaya pencegahan perubahan iklim bagi kemaslahatan kehidupan manusia masa kini dan yang akan datang dengan berbagai hal yang bisa ia lakukan.

LAMPIRAN

1. Peta jaringan stasiun pemantau kualitas udara





2. Gambar Dampak Perubahan Iklim









Mencairnya Es dan Gletser Di Kutub











Semakin Panasnya Suhu Bumi, Sehingga Menimbukan Kekeringan

DAFTAR PUSTAKA
• Achmad, Rukaesih, 2004 . kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi
• Davis, Devra, 2002.When Smoke Ran Like Water: Tales of Environmental Deception and the Battle Against Pollution, Basic Books
• Purwanto, 1997. pemanasan iklim global. Jakarta : Gramedia
• The Climate Savers Programme – Upaya sektor swasta menyelamatkan iklim, 2008 www.wwf.or.id/climate
• http://walhi.com/perubahan iklim dunia
• http://.hmtreasury.gov.uk./independent_reviews/stern_review_economics_climate_change/sternreview_summary.cfm
• http://kompas-online.com/kerusakan hutan dunia
• http://forestpeoples.org/documents/ifi_igo/avoided_deforestation_red_jun07_eng.pdf
• http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_udara
• http://auracms.org/ news&aksi d174
• unfccc.int/files/essential_background/kyoto_protocol/application/pdf/kpstats.pdf


DAMPAK PENAMBANGAN BATU BARA TERHADAP TINGKAT KESUBURAN TANAH
Indonesia merupakan salah satu penghasil batu bara terbesar dunia. Dengan luas areal penambangan yang luas dan hamper menyebar merata di seluruh kawasan Indonesia, menjadikan batu bara menjadi salah satu komoditi andalan Negara. Daerah yang berpotensi sebagai daerah penambangan batu bara paling tidak harus mengandung kuarsa, batulempung, batulanau dengan sisipan batubara yang diendapkan dalam lingkungan neritik – paralik (litoral, delta sampai laut terbuka) dan dipengaruhi oleh susut serta genang laut. Daerah-daerah yang dulunya merupakan hutan dan areal persawahan kini pun dialih fungsikan oleh masyarakat sekitar menjadi areal penambangan. Tambang batu bara secara terbuka itu telah menggusur sawah-sawah milik petani.
Potensi sumber daya alam, berupa tambang batubara, yang terdapat di berbagai daerah cukup besar dengan kualitas yang baik, seperti Kalimantan, Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara dan Papua serta keberadaannya hampir menyebar di seluruh Provinsi.
Berdasarkan data dari Indonesian Coal Mining Association pada tahun 2001, stock cadangan batubara Kalimantan Selatan misalnya, yang terukur (pasti) adalah 2,428 milyar ton, dan yang terindikasi sekitar 4,101 milyar ton. Sehingga paling tidak, sampai saat ini, terdapat cadangan batubara yang sudah ditemukan sebesar 6,529 milyar ton.
Dalam Indonesia Mineral and Coal Statistics, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2005, produksi batubara di Kalimantan Selatan, yang tercatat secara resmi pada tahun 2003 adalah 46.116.289,80 ton dan meningkat pada tahun 2004, yaitu sebesar 54.540.977,16 ton, dimana sebagian besar produksi batubara tersebut dihasilkan oleh perusahaan besar dengan modal asing (PMA), seperti PT. Arutmin dan PT. Adaro Indonesia. Jumlah produksi ini menyumbang sebesar 40,35% dari total produksi nasional sebesar 114.278.195,13 ton pada tahun 2003 dan 41,21% dari total produksi nasional sebesar 132.352.024,79 ton pada tahun 2004.
Dan jumlah ini merupakan kedua terbesar setelah Kalimantan Timur yang memproduksi sebesar 57.693.479,71 ton pada tahun 2003 dan sebesar 68.396.462,38 ton pada tahun 2004. Kemudian tercatat penjualan domestik batubara Kalimantan Selatan pada tahun 2003 sebesar 13.153.674,52 ton dan pada tahun 2004 sebesar 14.666.467,21 ton, sedangkan untuk penjualan ekspor batu bara Kalsel pada tahun 2003 sebesar 32.805.818,99 ton dan pada tahun 2004 sebesar 34.499.239,35 ton.
Sampai dengan pertengahan tahun 2004 (data sampai dengan bulan Agustus 2004) produksi Batubara Kalimantan Selatan dari perusahaan pertambangan batubara pemegang PKP2B mencapai 25.617.917 ton, sementara dari bulan Januari 2004 sampai bulan Agustus tahun yang sama data produksi batubara dari para pemegang kuasa penambangan mencapai angka 1. 550.738 ton, kemudian dari 25 Koperasi Unit Desa yang terdata di Dinas Pertambangan Propinsi Kalimantan Selatan produksi batubara sampai dengan bulan agustus 2004 mencapai 27.853.730 ton, ini diluar Koperasi milik PUSKOPOL dan PUSKOPAD.
Namun, jumlah yang begitu besar ini tidak didiringi dengan pengelolaan yang tepat, banyak pelanggaran yang terjadi dimana-mana, apalagi pengolhannya yang terkesan semerawut sangan membahayakan lingkungan. Eksploitasi yang dilakukan sebagian besar tidak memberikan dampak kesejahteraan yang nyata di masyarakat, hal ini dapat terlihat dimana kehidupan masyarakat lokal sekitar tambang tidak mengalami kemajuan yang berarti dan bahkan sebagian besar masih terpinggirkan dalam segala hal baik di biding ekonomi, sosial dan budaya termasuk pendidikan.
Pertambangan batubara ini juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah. Payahnya lagi pemerintah dan perusahaan tambang tidak cukup serius untuk melakukan upaya-upaya penanggulanganya. Kondisi ini juga tidak dibarengi dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan adil, bahkan cenderung kebanyakan kasusnya ditutup-tutupi.
Penambangan batu bara ini paling tidak menimbulkan beberapa dampak negative yang hadir dri penambangn ini, diantaranya :
• Kerusakan pengerukaan tanah akibat pengambilan batu bara. Dimana setiap satu ton pengerukan batu bara itu lubang. Di tanah yang diakibatkan harus ditimbun dengan kapasitas tanah lebih dari itu.
• Ekosistem yang ada di sungai bakal terancam mati. "Akibat penambangan sudah jelas menurunkan kwalitas air. Artinya biota yang hidup di air terancam punah.
• Ekosistem yang ada di darat juga bakal terancam. Sebab invansi pengerukan tanah jelas berdampak terhadap ekosistem yang ada di darat. "Akibat pengerukan tanah menyebabkan berapa banyak tumbuh-tumbuhan yang ikut terancam juga hewan-hewan tidak ada lagi tempat berlindung.
• Timbul masalah sosial. Dimana dengan adanya penambangan batubara akan menganggu lalu lintas akibat operasional tersebut.
Seperti halnya aktivitas pertambangan lainnya, pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah. Kegiatan eksploitasi, lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali -apalagi dilakukan reklamasi- telah mengakibatkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Limbah yang dihasilkan dari proses pencucian mencemari tanah dan mematikan berbagai jenis tumbuhan yang hidup diatasnya.
Dampak negative dari aktifitas pertambangan batu bara bukan hanya menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan. Melainkan, ada bahaya lain yang saat ini diduga sering disembunyikan parapengeoloa pertambangan batu bara di Indonesia. Kerusakan permanent akibat terbukanya lahan, kehilangan beragama jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan lingkungan lain ternyata hanya bagian dari dampak negative yang terlihat mata.
Pertambangan batubara ternyata menyimpan bahaya lingkungan yang berbahaya bagi manusia. Bahaya lain dari pertambangan batu bara adalah air buangan tambang berupa luput dan tanah hasil pencucian yang diakibatkan dari proses pencucian batubara yang lebih popular disebut Sludge.
Pembiaran lubang-lubang bekas galian batubara yang ditinggalkan begitu saja dan pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan tersebut seperti debu, rembesan air asam tambang dan limbah pencuciannya terjadi dihampir semua lokasi pertambangan dan bahkan mencemari air/sungai yang dimanfaatkan oleh warga. Di Kalsel, misalnya (2003) ratusan warga Desa Gosong Panjang Kec. Pulau Laut Barat mempersoalkan pencemaran debu batubara yang ditimbulkan oleh kegiatan PT Indonesia Bulk Terminal (PT. IBT). Masyarakat minta tinjau ulang batas aman 529 meter hasil penelitian PPLH Unlam. Kasus terbaru terjadi, Sekitar 50 warga perwakilan masyarakat Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan, mendatangi kantor DPRD setempat guna menuntut ganti rugi tanah pertanian dan perkebunan yang tidak lagi produktif, akibat tercemar limbah batu bara PT Adaro Indonesia, masyarakat mengungkapkan, sejak ladang dan persawahan mereka dijadikan sebagai saluran pembuangan limbah, tanaman yang mereka tanam diatasnya tidak ada yang hidup (Bpost, 11 Pebruari 2005). Pendangkalan sungai Asam-Asam Pelaihari akibat aktivitas penambangan batubara yang dilakukan oleh PT Jorong Barutama Greston. Di Desa Batu Laki Kec. Padang Betung Kandangan sejumlah warga mengeluh karena selama ini limbah bekas batubara yang turun ke Sungai Pangkulan mencemari sungai tersebut dan menyebabkan air menjadi keruh dan terasa asam dan kalat. Pencemaran air laut dan pantai di sekitar lokasi tambang perusahaan PT Jorong Barutama Grenston sebagai akibat dari adanya aktivitas bongkar-muat dan tongkang angkut batubara.
Bukan itu saja, aktivitas pertambangan batubara juga telah merusak sumber-sumber mata air dan sungai yang digunakan masyarakat bagi kebutuhan sehari-hari. Kawasan hutan dan rawa yang selama ini menjadi wilayah kelola rakyat sebagai sumber matapencaharian mereka telah disulap menjadi areal yang gersang, tandus dan kubangan-kubangan bekas galian batubara. Di Pulau Sebuku sebagian besar kebun-kebun mereka sudah tergusur secara paksa tanpa kompensasi yang layak dan bahkan ada yang tidak mendapatkan kompensasi sama sekali oleh akibat adanya pertgambangan batubara PT. Bahari Cakrawala Sebuku. Selain itu juga aktivitas pertambangan menyebabkan rusaknya beberapa kawasan hutan mangrove dan rawa, hutan nipah dan wilayah tangkapan ikan dan udang sebagai salah satu sumber kehidupan masyarakat serta menyebabkan matinya puluhan ekor ternak kerbau. Kondisi seperti ini sebenarnya terjadi di hampir semua lokasi tambang yang ada di Kalsel.
Penambangan batu bara berpotensi menyebabkan kerusakan lahan. Lahan bekas tambang ini dapat direklamasi menjadi lahan pertanian dengan menambahkan lapisan tanah yang baik, bahan amelioran, dan pupuk, menanam tanaman penutup tanah jenis legume dan rumput, serta melakukan pencucian garam-garam.
Perluasan lahan pertanian di ma-industri. Untuk memenuhi kebusa mendatang dihadapkan pada tuhan lahan akibat konversi yang masalah produktivitas lahan yang sulit dihindari, ekstensifikasi menrendah. Lahan-lahan produktif di jadi salah satu pilihan terutama di Jawa makin banyak yang dikonver-luar Jawa, antara lain pada lahan si menjadi peruntukan nonpertanian bekas tambang batu bara. seperti perumahan dan kawasan Penambangan batu bara secara terbuka diawali dengan menebas vegetasi penutup tanah, mengupas tanah lapisan atas yang relatif subur kemudian menimbun kembali areal bekas penambangan. Cara ini berpotensi menimbulkan kerusakan lahan, antara lain terjadinya perubahan sifat tanah, munculnya lapisan bahan induk yang produktivitasnya rendah, timbulnya lahan masam dan garam-garam yang dapat meracuni tanaman, rusaknya bentang alam, serta terjadinya erosi dan sedimentasi.
Perubahan sifat tanah terjadi karena dalam proses penambangan Perkembangan akar tanaman di lahan timbunan bekas Tanaman sungkai umur 3 tahun dengan tanaman penutup tambang batu bara. Batu bara, bahan-bahan nonbatubara yang jumlahnya 3-6 kali jumlah batu bara yang diperoleh perlu dibongkar dan dipindahkan. Tanah hasil pembongkaran tersebut mempunyai sifat yang berbeda dengan keadaan sebelum dibongkar, yaitu tanah terlalu padat, struktur tidak mantap, aerasi dan drainase buruk, serta lambat meresapkan air.
Dalam proses penimbunan, lapisan tanah menjadi tercampur aduk. Tidak jarang bahan induk berada di lapisan atas dan lapisan subur yang mengandung bahan organik berada di bawah. Bahan induk yang berada di lapisan teratas dapat menjadi masalah karena bahan tersebut miskin unsur hara. Masalah lain adalah timbulnya tanah masam. Pirit (FeS2), jarosit, dan epsonit bila teroksidasi menyebabkan pH tanah menjadi masam (4-5). Bahkan pada areal timbunan yang baru, pH tanah sangat masam (2,6-3,6). Kation yang dapat ditukar tinggi, seperti Al (1,7-6,25), Mg (4,45-13,84), dan Ca (3,01-8,72) me/100 g tanah. Kandungan garam-garam sulfat yang tinggi seperti MgSO4, CaSO4, dan AlSO4 dapat menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Pada musim kemarau, garam-garam ini akan muncul ke permukaan tanah sebagai kerak putih.
Perubahan bentang alam juga dapat mengganggu keseimbangan alam. Penambangan batu bara secara terbuka akan memunculkan lubang-lubang galian yang sangat dalam dan luas. Tanah yang dibongkar kemudian dipindahkan ke areal tertentu. Sering terjadi lahan yang sebelumnya bukit setelah tanahnya dibongkar berubah menjadi lembah, atau lahan yang sebelumnya lembah lalu ditimbun menjadi bukit. Hal ini menyebabkan stabilitas lingkungan berubah dan tanah mudah longsor. Pada tanah timbunan yang dibiarkan terbuka sering terjadi erosi yang hebat karena air yang jatuh akan cepat mengalir di permukaan tanah. Erosi selanjutnya menimbulkan masalah sedimentasi di badan-badan air.
Reklamasi Lahan
Penimbunan tanah harus memperhatikan konsep bentang alam yang terbentuk setelah penambangan selesai. Lahan yang direklamasi tanahnya ditimbun mengikuti bentuk stupa (berteras-teras) untuk mengurangi panjang lereng. Pada lereng yang panjang, tanah mudah longsor karena belum stabil.
Perbaikan sifat-sifat tanah setelah penambangan memerlukan pengelolaan dan upaya khusus sehingga tanah dapat berfungsi kembali sebagai media tumbuh tanaman. Perbaikan kondisi tanah timbunan setelah penambangan dapat dilakukan dengan menambahkan lapisan tanah yang baik, bahan amelioran dan pupuk, menanam tanaman penutup tanah jenis legum dan rumput, serta melakukan pencucian garam-garam. Bahan timbunan yang mengandung fragmen batu liat, batu lanau, dan batu bara muda tidak sesuai sebagai media tanaman karena miskin unsur hara dan mempunyai sifat fisik dan kimia kurang baik. Fragmen batuan tersebut sangat keras/kompak dan sulit ditembus oleh akar. Agar berfungsi sebagai media tanam, bahan timbunan dilapisi dengan lapisan tanah yang baik. Bahan amelioran dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Bahan amelioran dapat berupa bahan organik, kapur, dolomit, gipsum, dan abu batu bara. Bahan organik merupakan amelioran terbaik untuk memperbaiki sifat tanah. Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat/ menahan air, sebagai perekat dalam pembentukan dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik dapat berupa pupuk kandang, kompos, sekam, dan hasil pangkasan tanaman penutup tanah.
Untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menjamin ketersediaan hara yang cukup, tanah timbunan memerlukan pemupukan. Pupuk yang dapat digunakan antara lain adalah urea, P-alam/SP36, dan KCl. Tanaman penutup tanah jenis legum dan rumput dapat mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Hasil pangkasan dapat digunakan sebagai mulsa untuk mengurangi evaporasi, menghambat naiknya garam-garam ke permukaan tanah, dan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman legum yang dapat digunakan antara lain adalah Centrosema pubescens, Peuraria javanica, dan Calopogonium mucunoides serta untuk rumput adalah Vetiveria zizanoides, Paspalum sp., Brachiaria decumbens, dan Panicum maximum.
Untuk mengurangi kadar garam yang tinggi dapat dilakukan pencucian garam-garam. Biasanya bila turun hujan, garam-garam yang terdapat di permukaan tanah akan larut dan hanyut terbawa aliran permukaan. Namun untuk mempercepat proses pencucian, pada areal timbunan perlu dilengkapi saluran pembuangan air. Penanaman dilakukan pada guludan atau bedengan.
Kegiatan Pertanian
Kegiatan pertanian dapat dilaksanakan seiring dengan kegiatan penghijauan dengan menanami lahan timbunan dengan tanaman pepohonan. Pada lahan timbunan di Tanjung Enim Sumatera Selatan, tanaman tahunan penghijauan yang dapat beradaptasi adalah albizia, sungkai, gamal, angsana, randu, dan lamtoro. Tanaman perkebunan dan kehutanan yang dapat beradaptasi yaitu jambu mete, kemiri, sukun, nangka, bambu, mahoni, johar, mindi, dan mangium. Lahan timbunan yang telah direklamasi dapat pula dimanfaatkan untuk tanaman palawija seperti kedelai, jagung, ubi kayu, dan kacang tunggak. Hasil panen yang diperoleh memang tidak seperti di lahan kering lainnya. Pada tahun tahun awal penanaman mungkin hasilnya rendah, tetapi setelah sifat fisik tanah membaik maka hasil pun akan meningkat.
Namun, hal itu dapat dicaraikan solusinya, Sludge (lumpur) limbah industri kertas ternyata bisa bermanfaat dalam memperbaiki kesuburan tanah bekas lahan tambang batubara. Hasil penelitian Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Enny Widyati ini, disampaikan saat ujian terbuka doktoral berjudul ‘Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Sludge Industri Kertas untuk Memacu Revegetasi Lahan’ Rabu (30/8) di Kampus IPB Darmaga.
Lahan bekas tambang batubara rusak juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.
Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang luas. “Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N dan P,” kata Enny.
Setelah meneliti 2 tahun meneliti sejak Juni 2003 hingga Juni 2005, percobaan memumjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil amendment) dan inokulasi mikrob yang efektif.
Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63 persen. BPS mampu mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia. Dalam skala laboratorium, tanaman A.crassicarpa tumbuh dengan baik di lahan campuran tersebut.

Lampiran








Keterangan gambar :
1. Gambar perkembangan akar tanaman di lahan timbunan bekas tambang batu bara
2. Gambar tanaman sungkai umur 3 tahun dengan tanaman penutup tanah Centrosema pubescens dan peuraria javanica yang dapat mengembalikan dan meningkatkan unsure hara di tanah bekas penambangan batu bara


Sumber bacaan
• Achmad, Rukaesih, 2004 . Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi
• Bapedalda: Tambang Batubara akan Merusak Lingkungan, 2008
www. Riau pos.com/lingkungan
• Ray, 2004. Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Batu Bara Sangat Parah. Jakarta : Kompas
• The Climate Savers Programme – Upaya Sektor Swasta Menyelamatkan Iklim, 2008 www.wwf.or.id/climate
• Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian vol. 28, no 2, 2006
• http://bogor_agricultural_university.ac.id/limbah_industri_kertas_perbaiki_lingkungan.2006.html.
• http://kompas.com.2008/menanggulangi_bahya_pencemaran_akibat_penambangan_batubara.html
• http://walhikalsel.org/potret buruk pertambangan batubara di kalsel.html
http://www.acahyono.staff.ugm.ac.id/reklamasi_tambang_batubara/bisakah_lahan__bekas_tambang_batubara_untuk_pengembangan_pertanian
• http://www.wwf.or.id/bahaya_limbah_cair_pertambangan_batubara/personal_stanley.html
TUGAS KIMIA ANALITIK II
PENGGUNAAN METODA SELECTIVE DISSOLUTION DAN
SPEKTROSKOPI INFRAMERAH DALAM MENENTUKAN
KADAR ALOFAN ANDISOL










OLEH:
YOZA FITRIADI
AIF007010



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2009

PENGGUNAAN METODA SELECTIVE DISSOLUTION DAN
SPEKTROSKOPI INFRAMERAH DALAM MENENTUKAN
KADAR ALOFAN ANDISOL

Indonesia merupakan salah satu daerah vulkanis paling aktif di dunia dengan adanya lebih dari 100 gunung api aktif dan menghasilkan bahan piroklastik yang merupakan sumber bahan induk tanah vulkanis, yang dalam Sistem Taksonomi Tanah diklasifikasikan sebagai Andisol. Andisol termasuk tanah yang produktif, Tanah ini mempunyai sifat yang unik dan khas seperti :
• Berat jenis (bulk density) rendah
• Permeabilitas tinggi, struktur tanah stabil
• Kandungan Al/Fe aktif tinggi
• Fiksasi fosfat tinggi, dan
• Muatan bervariasi
Mineral liat yang ditemukan pada Andisol di antaranya : (1) mineral ordo kisaran pendek (short- range-order minerals) seperti alofan dan imogolit (2) mineral lia tipe 1:1 seperti haloysit dan kaolinit (3) mineral Al dan Fe oksida seperti gibsit dan ferihidrit (4) Al dan Fe-humus kompleks (5) opalin silika dan kristobalit.
Sifat dan ciri kimia, fisika dan morfologi Andisol ini berkaitan erat dengan mineral liat nonkristalin seperti alofan dan ferihidrit serta mineral liat parakristalin imogolit.
Alofan Andisol
Alofan merupakan mineral liat tanah yang paling reaktif karena mempunyai daerah permukaan khas yang sangat luas dan mempunyai banyak gugus fungsional aktif (Farmer et al., 1991. Alofan mempunyai muatan variasi yang besar, bersifat amfoter, KTK 20 – 50 cmolkgP-1P, KTA 5 – 30 cmolkgP-1P, struktur acak dan terbuka, serta dapat mengikat fosfat (Wada, 1989; Tan 1992, Van Ranst, 1995). Akibat kuatnya fiksasi fosfat oleh mineral ini, maka ketersediaan fosfat yang mudah larut akan berkurang. Tingginya persentase kehilangan pupuk P merupakan masalah serius yang banyak dijumpai pada Andisol.
Alofan sendiri termasuk kelompok alumino silikat alam yang bersifat amorf terhadap difraksi sinar X, yang komponen utamanya terdiri dari Si, Al, dan HB2BO. Molekul rasio Si/Al mineral ini 1/1 atau 2/1, serta mempunyai struktur mineral yang acak dan terbuka/berpori. Alofan mempunyai daerah permukaan spesifik yang luasnya mencapai 1100 mP2PgP-1P. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkat sistem koloid tanah menjadi sangat reaktif sehingga pertukaran kation, anion, jerapan air, dan fiksasi menjadi lebih tinggi (Tan,1992).
Identifikasi alofan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
 Pengukuran pH setelah diperlakukan dengan pengekstrak kuat seperti NaF yang akan menghasilkan data kualitatif dan semi kuantitatif
 Pengukuran retensi fosfat (Blakemore, 1977) yang menghasilkan data kualitatif
 Pengukuran dengan DTA (Differntial Thermal Analysis) yang mengungkapkan keberadaan alofan secara kualitatif dan kuantitatif (
 Penggunaan mikroskop elektron yang menghasilkan data kualitatif
 Pemakaian larutan ammonium oksalat, DCB (Dithionite Citrate Bicarbonate) dan asam pirofosfat , ketiga larutan ini dikenal sebagai larutan selective dissolution menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif
 Pemakaian spektroskopi inframerah yang menghasilkan data kualitatif.
Mineral liat sesungguhnya dapat diidentifikasi dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffractogram). Akan tetapi identifikasi mineral liat non kristalin/amorf seperti alofan, imogolit dan ferihidrit dengan XRD tidak memberikan hasil yang diharapkan karena tidak memperlihatkan kurva spesifik yang mengidentifikasikan alofan. Hal ini sangat berbeda dengan mineral kristalin seperti kaolinit, montmorilonit, dll yang identifikasinya dengan XRD akan menghasilkan kurva yang spesifik untuk setiap mineral liat tersebut. Untuk itu dibutuhkan metoda lain yang dapat menentukan alofan secara kualitatif dan kuantitatif. Metoda yang dapat digunakan di antaranya metoda selective dissolution atau larutan terseleksi seperti larutan amonium oksalat, DCB (Dithionite, Citrate, Bicarbonate) dan asam pirofosfat untuk analisis kuantitatif, dan analisis dengan alat spektroskopi infra merah untuk analisis kualitatif
1. Analisis dengan Metoda Selective Dissolution
Analisa ini terdiri atas: larutan NaOH, amonium oksalat, DCB, dan asam pirofosfat. Larutan 0,5 M NaOH panas dapat melarutkan alofan. Larutan Amonium oksalat 0,2 M dengan pH 3,0 – 3,5 dapat mengekstrak gugus amorfus oksida dan hidroksida mineral liat, sehingga melarutkan alofan, imogolit dan ferihidrit. Penggunaan larutan terseleksi ini telah banyak dilakukan di Jepang dan Selandia Baru, dan mempunyai korelasi yang baik dengan metoda spektroskopi inframerah.
Parfitt dan Hemni (1982) telah mencoba menghitung jumlah alofan yang terdapat pada tanah hasil letusan gunung api. Mereka menggunakan larutan terseleksi untuk mengekstrak Al, Si dan Fe. Jumlah Si yang terekstrak dengan dengan amonium oksalat (disebut Sio) dikonversi untuk menghitung persentase alofan dengan rumus :
% Alofan = % Sio x 7,1
Larutan DCB dapat mengekstrak Fe dan Al oksida kristalin dan nonkristalin, sebagian kecil alofan dan imogolit yang mempunyai struktur yang kurang baik, ferihidrit, lepidokrosit dan goethit (Mehra dan Jackson, 1960; Shoji dan Ono, 1978; Farmer et al., 1983).
% ferihidrit = % FeB0B x 1,
2. Analisis dengan Metoda Spektroskopi Inframerah
Analisa ini dapat menganalisis mineral yang tidak dapat dianalisis dengan sinar X. Mineral liat kristalin maupun nonkristalin menyerap radiasi infra merah. Dalam identifikasi mineral liat nonkristalin seperti alofan, metoda spekroskopi infra merah akan lebih baik karena spektrum serapan infra merah mempunyai pola yang khas. Spektroskopi infra merah juga dapat mengungkapkan keberadaan gugus fungsional utama dalam struktur senyawa yang sedang diidentifikasi (Tan, 1992). Bila sinar infra merah melewati sampel yang akan diperiksa, sebagian sinar akan diabsorpsi dan sebagian lainnya akan diteruskan (transmisi). Bila % absorpsi atau transmisi diplotkan terhadap frekuensi sinar maka hasilnya akan berupa spektrum infra merah.
Dari hasil penelitian Mizota dan Wada, 1980; Parfitt dan Hemni 1989.; Russel et al, 1981 didapatkan beberapa kurva infra merah untuk mineral yang lazim dijumpai pada Andisol :
1. Alofan : 3400, 1640, 1040, 1000-960, 710-690, 610-560, 500, 470, 430, 348 cmP-1P
2. Imogoloit : 3400. 1640, 995, 945, 690, 600-580, 525-500, 430, 348 cmP-1P
3. Haloysit : 3700, 3620, 4300, 1640, 1100, 1035, 920, 910, 530, 470, 430, 348 cmP-1P
4. Opalin silika : 1200, 1070, 790, 450 cmP-1P
5. Gelas vulkanik : 1100, 800, 470 cmP-1P
6. Kristobalit : 1100, 800 cmP-1P
7. Gibsit : 3400, 800, 750 cmP-1P
8. Goethit : 3520, 3150 cmP-1P
Berdasarkan fakta di atas, maka diadakan penelitian yang dilakukan oleh para dosen Fakultas Pertanian UNPAD, yakni PRina Devnita, Anni Yuniarti, Ridha Hudaya yang Pdibiayai oleh Dana Penelitian Dosen DIPA PNBP 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mineral alofan Andisol dengan menggunakan metoda kuantitatif dan kualitatif. Data mengenai alofan ini akan menjadi data dasar sehingga pengelolaan dan manajemen Andisol dapat lebih optimal. Penelitian diharapkan berguna untuk mengetahui mineral alofan secara kuantitatif dan kualitatif.
Percobaan ini menggunakan dua profil Andisol yang diperoleh dari Gunung Tangkuban Parahu. Sampel diambil dari tiap horison pada profil. Penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan untuk penjajakan lapangan dalam menentukan lokasi observasi; dan tahap penelitian utama untuk pengambilan sampel..
Analisis spesifik adalah analisis dengan menggunakan larutan terseleksi yang terdiri dari amonium oksalat, dithionite citrate bicarbonate (DCB) dan asam pirofosfat; serta analisis reaktifitas permukaan melalui pH NaF dan flouride reactivity.
Ekstraksi dengan amonium oksalat (Blakemore et al, 1987) dilakukan dengan cara mengocok 1 g tanah / liat dengan 100 ml 0,2 M amonium oksalat pH 3 dalam kondisi gelap selama 4 jam. Al, Fe, dan Si diukur dengan AAS dan P diukur dengan spektrofotometer. Ekstraksi dengan asam pirofosfat (Blakemore et al, 1987) dilakukan dengan cara mengocok 1 g tanah / liat dengan 100 ml Na-pirofosfat 0,1 M selama semalam. Al, Si, dan Fe diukur dengan AAS; sedangkan P diukur dengan spektrofotometer. Sisa larutan digunakan untuk analisis C-organik dengan menggunakan metoda Walkley dan Black.
Analisis reaktifitas permukaan dilakukan melalui pengukuran pH HB2BO (1 : 2,5) , kemudian ditambahkan larutan NaF dan diukur lagi pH nya setelah selang waktu 2, 60, 120, 180 menit dan setelah 24 jam. Hasil pengukuran ini untuk mendapatkan evolusi pH NaF yang akan dikonversikan untuk menentukan berapa banyak gugus OH yang dilepaskan ke dalam larutan. Suspensi larutan tanh kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 M sampai menyamai pH HB2BO lagi. Jumlah HCl yang digunakan dapat digunakan untuk indeks reaktifitas flourida.
Analisis dengan spektroskopi inframerah menggunakan contoh tanah padat, di mana fraksi liat tanah sebanyak 1 mg dicampur dan digerus secara hati-hati dengan 100 mg KBr, kemudian dipindahkan ke dalam cetakan dan ditekan dan ditekan dengan menggunakan pompa vakum atau hidraulik dengan tekanan 10 000 – 15 000 pound inchi P-2 P. Hasilnya berupa lempeng (pelet) titpis transparan yang mempunyai diameter 13 mm dan tebal 0,3 mm. Pelet ini kemudian diletakkan ke dalam sel inframerah yang dilengkapi dengan jendela kristal KBr.
Data yang didapat dari hasil analisis akan diuji hubungannya satu dan lainnya, terutama hasil analisis Alo dan Sio (Al dan Si yang diekstrak dengan amonium oksalat dengan hasil pH NaF, evolusi guigus OH, Alp dan fep (Al dan Fe yang diekstrak dengan asam pirofosfat) dengan C-organik.
Kandungan alofan masing-masing contoh tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan dalam Tinjauan Pustaka. Alofan yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan hasil spektroskopi inframerah.
Dari hasil percobaan didapat data sebagai berikut :
1. Analisis Larutan Terseleksi
a. Larutan Ammonium Oksalat
Amonium oksalat yang dapat melarutkan Al (AlBoB), Fe (FeBoB) dan Si (SiBoB) ditampilkan pada Tabel 1.
Profil Horison % SiBoB % AlBoB % FeBoB % Alofan % Ferihidrit
I
II A
AB
Bw1
Bw2
A
AB
Bw1
Bw2
BC 1,35
2,00
2,66
3,42
1,33
1,51
1,54
1,15
1,26 3,53
4,82
5,90
7,65
3,20
3,53
3,55
2,58
2,75 1,83
2,31
3,30
2,80
2,04
2,12
1,46
1,16
2,22 10
14
19
24
9
11
11
8
9 3
4
6
5
3
4
2
2
4
Persentase SiBoB cenderung bertambah dengan bertambahnya kedalaman yang menunjukkan Si tercuci ke lapisan bawah. Nilai SiBoB menunjukan keberadaan mineral non kristalin di dalam tanah, karena awalnya berasal dari aluminium silikat non kristalin seperti alofan dan imogolit.
Bahan anorganik non kristalin yang terbentuk dari Al dapat diduga dengan menggunakan perbedaan antara AlBoB dan AlBpB. Konsentrasi antara 0,16 – 3,58 m.
Rasio AlBpB/AlBo Bmenunjukkan komposisi fraksi koloid. Rasio ini berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Jika nilainya > 5 menunjukkan asam organik yang dominan dalam proses pelapukan. Nilai yang lebih kecil dari 5 menunjukkan dominansi asam karbonat dalam proses pelapukan.
Komposisi rasio molar Al/Si dihitung dari (AlBoB-AlBpB)/Si alofan berkisar antara 1,0-2,5. Kandungan alofan berkisar antara 5 – 33 %. Nilai ini meningkat dengan bertambahnya kedalaman.
Nilai pH 5 merupakan nilai kritis untuk pembentukan alofan dan pH lebih kecil dari 5 dibutuhkan untuk pembentukan Al-humus kompleks. Alofan terbentuk pada pH antara 5 – 7 pada rejim temperatur udik di mana kation hidroksi aluminium bereaksi membentuk alofan. Kandungan alofan pada fraksi liat berkisar antara 5 – 33 %.
Hasil analisis spesifik menggunakan larutan terseleksi yang terdiri dari amonium oksalat, dithionite citrate bicarbonate (DCB) dan asam pirofosfat; serta analisis reaktifitas permukaan melalui pH NaF dan reaktivitas flouride terhadap kandungan alofan dan ferihidrit dapat dilihat pada Tabel 1.
% alofan = % SiB0B x 7,1
% ferihidrit = % FeB0B x 1,7
Jumlah Al, Fe dan C yang terlarut dalam pirofosfat ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah Al, Fe dan C yang terlarut dalam pirofosfat
Profil Horison %
AlBpB %
FeBpB %
CBpB FeBoB
- FeBpB AlBpB
/AlBoB (AlBpB+FeBpB)
/CBpB
I
II A
AB
Bw1
Bw2
BC
A
AB
Bw1
Bw2
BC 0,61
0,84
0,57
0,48
0,39
0,87
0,76
0,55
0,96
1,18 0,54
0,66
0,49
0,22
0,29
0,29
0,19
0,14
0,10
0,22 5,00
4,32
4,20
3,52
3,20
4,76
3,72
3,52
3,32
2,64 0,69
1,20
1,59
1,71
1,73
1,54
1,54
1,92
1,32
1,85 0,33
0,42
0,24
0,16
0,13
0,40
0,28
0,22
0,33
0,53 0,23
0,35
0,25
0,20
0,21
0,24
0,25
0,20
0,32
0,53
Kompleks organik Al dan Fe yang diekstrak dengan pirofosfat (AlBpB dan FeBpB) rendah dan berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Rasio AlBpB/FeBpB juga berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini menunjukkan pembentukan kompleks Al-humus lebih dominan di lapisan atas. Pembentukan alofan terjadi terutama di lapisan subsoil.
Rasio (AlBpB dan FeBpB)/CBpB berkisar antara 0,09 – 0,36 tidak memperlihatkan kecenderungan. Alofan dominan dengan rasio 0,1 – 0,3. Nilai SiB0B berkurang dengan meningkatnya rasio (AlBpB dan FeBpB)/CBpB. Rasio yang lebih dari 0,1 adalah titik kritis. Kebanyakan Andisols (AlBpB dan FeBpB)/CBpB mempunyai nilai antara 0,1 – 0,2.
Sejumlah Si, Al dan Fe pada fraksi liat dilarutkan oleh amonium oksalat. Ekstraksi oksalat tidak menghilangkan semua material amorf. Sekitar 9 – 55 % SiBoB, AlBoB dan FeBoB diekstrak selama ekstraksi berikunya. Kandungan alofan pada fraksi liat biasanya lebih tinggi dibandingkan fraksi pasir dan debu. Hal ini menunjukkan bahwa aluminium silikat non kristalin lebih terkonsentrasi pada fraksi yang lebih halus.
b. Larutan Dithionite Citrate Bicarbonate (DCB)
SiBdB dan AlBdB lebih kecil dari SiBoB dan AlBoB. Hal ini menunjukkan bahwa alofan tidak dilarutkan oleh DCB. Sementara itu DCB melarutkan semua ikatan Fe dan ikatan sekundernya. Tanah-tanah dengan FeBdB tinggi menunjukkan tingkat presipitasi yang tinggi. Presipitasi yang tinggi tersebut menunjang pelapukan mineral feromagnesian yang banyak mengandung Fe. FeBdB dan AlBdB ini biasanya cenderung untuk terakumulasi pada lapisan bawah, dan ini biasanya tercermin dari warna tanah yang kemerahan yang menunjukkan oksida besi (mineral hematit).
Tabel 3 memperlihatkan Larutan DCB pada fraksi liat

Tabel 3. Larutan DCB pada fraksi halus
Profil Horison % SiBdB % AlBdB % FeBdB FeBdB- FeBoB FelBoB/FeBdB
I
II A
AB
Bw1
Bw2
BC
A
AB
Bw1
Bw2
BC 0,03
0,02
0,01
0
0
0,02
0,07
0,17
0,08
0,04 0,68
0,49
0,53
0,50
0,47
0,38
0,50
0,34
0,47
0,60 0,84
0,72
0,84
0,78
0,71
1,25
1,72
1,52
1,46
2,36 -0,31
-1,15
-1,24
-1,15
-1,31
-0,19
0
-0,54
0,04
0,29 1,37
2,60
2,48
2,47
2,84
1,15
1,00
1,36
0,98
0,88


2. Analisis dengan spektroskopi infra merah (IR)
Analisis dengan spektroskopi infra merah menunjukan bahwa alofan dan imogolit mempunyai band pada 3475, 1440, 975 dan 600 cmP-1P. Band pada 4700, 800, 900, 1030, 3700 cmP-1P menunjukkan haloisit, sedangkan band pada 1250 -1100 cmP-1P menunjukkan gelas volkan.











Gambar 1. Spektrum infra merah fraksi liat pada horison A Profil 1
Alofan mempunyai empat wilayah absorpsi infra merah yang utama. Wilayah pertama berada pada 3475-3500 cmP-1P, karena OHP-P getaran pada grup AlOH oktahedral dan SiOH tetrahedral ketika menyerap air, sehingga disebut wilayah grup fungsional. Wilayah kedua muncul pada 1400 dan 1440 cmP-1P adalah karena vibrasi deformasi HOH dalam menyerap air . Wilayah kedua muncul pada 800-1400 cmP-1P yang disebut sidik jari, karena mencerminkan vibrasi Al-OH dan Si-OH. Wilayah keempat berada pada 400-800 cmP-1P karena adanya ikatan Si-O.










Gambar 2. Spektrum infra merah fraksi liat horison A Profil 2
Alofan memperlihatkan band absorpsi tunggal, sedangkan imogolit memperlihatkan dua absorpsi maksimal pada 940-100 cmP-1P. Band infra merah alofan lebih lebar daripada band imogolit, karena order mineral yang lebih kecil.
Spektrum band dekat 975 cmP-1P menunjukkan keberadaan alofan yang kaya Al. Alofan kaya Al cenderung terbentuk pada tanah masam dan tanah dengan regim kelembaban udik dan drainase baik. Secara umum alofan terbentuk dari gelas pada pH 5 – 7 pada kondisi asam silikat kation hidroksi aluminium bereaksi membentuk alofan.

Sehingga dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa menunjukkan bahwa metoda ’selective dissolution’ dapat mengidentifikasi mineral tersebut secara kualitatif dan kuantitatif. Metoda spektroskopi infra merah dapat mengidentifikasi mineral itu secara kualitatif. Kedua metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi alofan, imogolit dan ferihidrit pada Andisol.

PENGGUNAAN METODA SELECTIVE DISSOLUTION DAN

TUGAS KIMIA ANALITIK II
PENGGUNAAN METODA SELECTIVE DISSOLUTION DAN
SPEKTROSKOPI INFRAMERAH DALAM MENENTUKAN
KADAR ALOFAN ANDISOL










OLEH:
YOZA FITRIADI
AIF007010



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2009